ADAB KE MASJID DAN SHOLAT JAMAAH

Adab Pergi Ke Masjid
Shalat berjamaah di masjid merupakan salah satu amal yang
mulia. Agar ibadah ini semakin sempurna, ada beberapa adab dan petunjuk Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak boleh diabaikan. Berikut di antara
beberapa adab yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika hendak melakukan
shalat berjamaah di masjid
MemilihPakaian yang Bagus
Hendaknya kita memilih pakaian yang bagus saat pergi ke
masjid. Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar memakai pakaian yang
menutup aurat, akan tetapi memerintahkan pula untuk memperbagus pakaian,
lebih-lebih lagi ketika akan pergi ke masjid. Allah Ta’ala berfirman
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ
كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid.” (Al A’raf: 31).
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan
untuk berhias ketika shalat, lebih-lebih ketika hari jumat dan hari raya.
Termasuk dalam hal ini memakai parfum bagi laki-laki.
Namun sekarang banyak kita jumpai kaum muslimin yang ketika
pergi ke masjid hanya mengenakan pakaian seadanya padahal ia memiliki pakaian
yang bagus. Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian yang penuh gambar atau
berisi tulisan-tulisan kejahilan. Akibatnya, mau tidak mau orang yang ada
dibelakangnya akan melihat dan membacanya sehingga mengganggu konsentrasi dan
kekhusyukan shalat.
Berwudhu dari Rumah
Sebelum pergi ke masjid, hendaknya berwudhu sejak dari
rumah, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى
إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ
خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke
salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu
dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah
satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat
derajatnya.” (HR. Muslim 1553)
بينما نحن نُصلّي مع النبيّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذ سَمِعَ جلبة رجال فلمّا صَلّى دعاهم فقال : ما شأنكم ؟ قالوا
: يا رسول الله استعجلنا إلى الصلاة فقال : لا تفعلوا فإذا أتتم الصلاة فعليكم السكينة
فما أدركتم فصَلُّوا وما سُبقتم فأَتِمُّوا .
“Dari Abu Qatadah, ia berkata : Tatkala kami sedang shalat
bersama Nabi SAW, tiba-tiba beliau mendengar suara berisik orang-orang (yang
datang). Maka ketika Nabi telah selesai shalat, ia bertanya : “Ada apa urusan
kamu tadi (berisik) ?”. Mereka menjawab : “Kami terburu-buru untuk turut
(jama’ah)”, Nabi SAW berkata : “Janganlah kamu berbuat begitu !. Apabila kamu
mendatangi shalat, hendaklah kamu berlaku tenang ! Apa yang kamu dapatkan (dari
shalatnya Imam), maka shalatlah kamu (seperti itu) dan apa yang kamu
ketinggalan, sempurnakanlah !” (Hadits riwayat : Ahmad, Muslim dan Bukhari).
[1]
عن أبي هريرة عن النبي {صلى الله عليه وسلم}
قال إذا سمعتم الإقامة فامشوا إلى الصلاة وعليكم السكينة والوقار ولا تسرعوا فما أدركتم
فصلوا وما فاتكم فأتموا
“Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW beliau bersabda : “Apabila
kamu mendengar iqamat, maka pergilah kamu ke tempat shalat itu, dan kamu
haruslah berlaku tenang dan bersikap sopan/terhormat, dan janganlah kamu
tergesa-gesa, apa yang kamu dapatkan (dari shalatnya Imam), maka shalatlah kamu
(seperti itu) dan apa yang kamu ketinggalan sempurnakanlah”. (Hadits riwayat :
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i & Ahmad).
Kedua hadits diatas mengandung beberapa adab :
Kita diperintah berlaku tenang dan bersikap sopan/terhormat
apabila mendatangi tempat shalat/masjid.
Kita dilarang tergesa-gesa/terburu-buru apabila mendatangi
tempat shalat, seperti berlari-lari, meskipun iqamat telah dikumandangkan.
Kita dilarang berisik apabila sampai di tempat shalat,
sedang shalat (jama’ah) telah didirikan. Ini dapat mengganggu orang-orang yang
sedang shalat jama’ah.
Menjaga ketenangan didalam masjid, menjaga kebersihan masjid
Imam masjid perlu menegur (memberikan pelajaran/nasehat)
kepada para jama’ah (ma’mum) yang kelakuannya tidak sopan di masjid, seperti
berisik, mengganggu orang shalat, melewati orang yang sedang shalat, shaf tidak
beres, berdzikir dengan suara keras, yang dapat mengganggu orang yang sedang
shalat atau belajar atau lain-lain.
Apa yang kita dapatkan dari shalatnya Imam, maka hendaklah
langsung kita shalat sebagaimana keadaan shalat Imam waktu itu.
Setelah Imam selesai memberi salam ke kanan dan ke kiri,
barulah kita sempurnakan apa-apa yang ketinggalan.
Diantara hikmahnya kita diperintahkan tenang dan sopan serta
tidak boleh tergesa-gesa, Nabi SAW pernah bersabda. Artinya : “Karena
sesungguhnya salah seorang diantara kamu, apabila menuju shalat, maka berarti
dia sudah dianggap dalam shalat”. (Hadits riwayat : Muslim).
Doa ketika Pergi kemasjid
عن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم
خرج إلى الصلاة وهو يقول: (اللهم اجعل في قلبي نورا، وفي لساني نورا، واجعل في
سمعي نورا، وفي بصري نورا، واجعل من خلفي نورا، ومن أمامي نورا، واجعل من فوقي نورا،
ومن تحتي نورا: اللهم أعطني نورا).
Dari Ibnu Abbas RA. Nabi SAW. keluar ke (tempat)
shalat (masjid), dan beliau mengucapkan : “ALLAHUMMAJ ‘AL FI QALBY NUURAN dan
seterusnya (yang artinya) : “Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, dan
didalam ucapanku cahaya, dan jadikanlah pada pendengaranku cahaya, dan
jadikanlah pada penglihatanku cahaya, dan jadikanlah dari belakangku cahaya dan
dari depanku cahaya, dan jadikanlah dari atasku cahaya, dan dari bawahku
cahaya, ya Allah berikanlah kepadaku cahaya”.(Hadits riwayat : Muslim & Abu
Dawud).
Hadits ini menyatakan : Kita dianjurkan mengucapkan do’a di
atas di waktu pergi ke Masjid.
Doa ketika Masuk dan keluar Masjid
إذا دَخَلَ أَحَدُكم المسجدَ فليقل : اللهمَّ
افتح لي أبوابَ رحمتِك ، وإذا خرج فليقل : اللهمَّ إني أسألك من فَضْلِك .
“Dari Abi Humaid atau dari Abi Usaid, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah SAW : “Apabila salah seorang kamu masuk masjid, maka
ucapkanlah : “ALLAHUMMAF TAHLI ABWAABA RAHMATIKA (Ya Allah, bukakanlah bagiku
pintu-pintu rahmat-Mu)”. Dan apabila keluar (dari masjid), maka ucapkanlah :
“ALLAHUMMA IN-NI AS ALUKA MIN FADLIKA (Ya Allah, sesungguhnya aku minta
kepada-Mu dari karunia-Mu)”.(Hadits riwayat : Muslim, Ahmad & Nasa’i).
Hadits ini menyatakan : Disunatkan kita mengucapkan do’a di
atas apabila masuk ke masjid dan keluar dari padanya[3].
Tidak Lewat di Depan Orang yang Sedang Shalat
Harap diperhatikan ketika kita berjalan di dalam masjid,
jangan sampai melewati di depan orang yang sedang shalat. Hendaklah orang yang
lewat di depan orang yang shalat takut akan dosa yang diperbuatnya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَي الْمُصَلِّي
مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِيْنَ، خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ
بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat
mengetahui (dosa) yang ditanggungnya, niscaya ia memilih untuk berhenti
selama 40 ( tahun), itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang
yangsedang shalat.” (HR. Bukhari 510 dan Muslim 1132)
Yang terlarang adalah lewat di depan orang yang shalat
sendirian atau di depan imam. Adapun jika lewat di depan makmum maka tidak
mengapa. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas ketika beliau menginjak
usia baligh. Beliau pernah lewat di sela-sela shaf jamaa’ah yang diimami oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menunggangi keledai betina,
lalu turun melepaskan keledainya baru kemudian beliau bergabung dalam
shaf. Dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan tersebut (Lihat dalam
riwayat Bukhari 76 dan Muslim 504). Namun demikian, sebaiknya memilih
jalan lain agar tidak lewat di depan shaf makmum.
Melaksanakan Shalat Dua Rakaat Sebelum Duduk
Di antara adab ketika memasuki masjid adalah melaksanakan
shalat dua rakaat sebelum duduk. Shalat ini diistilahkan para ulama dengan
shalat tahiyatul masjid. Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ
رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِ
“Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah
dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (H.R. Bukhari 537 dan Muslim 714)
Syariat ini berlaku untuk laki-laki maupun wanita. Hanya
saja para ulama mengecualikan darinya khatib jumat, dimana tidak ada satupun
dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam shalat tahiyatul
masjid sebelum khutbah. Akan tetapi beliau datang dan langsung naik ke mimbar.
Syariat ini juga berlaku untuk semua masjid, termasuk masjidil haram. Yang
dimaksud dengan tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat sebelum duduk di
dalam masjid. Tujuan ini sudah tercapai dengan shalat apa saja yang dikerjakan
sebelum duduk. Oleh karena itu, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah rawatib,
bahkan shalat wajib, semuanya merupakan tahiyatul masjid jika dikerjakan
sebelum duduk. Merupakan suatu hal yang keliru jika tahiyatul masjid diniatkan tersendiri,
karena pada hakikatnya tidak ada dalam hadits ada shalat yang namanya
‘tahiyatul masjid’, akan tetapi ini hanyalah penamaan ulama untuk shalat dua
rakaat sebelum duduk. Karenanya jika seorang masuk masjid setelah adzan lalu
shalat qabliah atau sunnah wudhu, maka itulah tahiyatul masjid baginya.
Tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu seseorang itu masuk masjid dan
ingin duduk di dalamnya. Termasuk di dalamnya waktu-waktu yang terlarang untuk
shalat, menurut sebagian pendapat kalangan ulama.
Menjawab Panggilan Adzan
Ketika mendengar adzan, dianjurkan untuk menjawab adzan.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا
مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang
sedang diucapkan muadzin.” (HR. Bukhari 611 dan Muslim 846)
Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani yaitu
kalimat{ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ, حَيَّ عَلَى
الْفَلَاح} disenangi baginya
untuk menjawab dengan hauqalah yaitu kalimat { لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ } sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”,
maka hendaklah kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu
Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka
dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu,
“Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka dijawab, “Asyhadu Anna
Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka
maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan,
“Hayya ‘Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.”
Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu
Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab,
“La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan
keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)
Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa
yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut :
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ
رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ
وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa :
Allahumma Robba hadzihid da’wattit taammah was shalatil qaaimah, aati
muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab’atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa
‘adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan
berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang
terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan
syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 94)
Tidak Keluar dari Masjid Tanpa Uddzur
Jika kita berada di dalam masjid dan adzan sudah
dikumandangkan, maka tidak boleh keluar dari masjid sampai selesai dtunaikannya
shalat wajib, kecuali jika ada udzur. Hal ini sebagaiamana dikisahkan dalam
sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiyallahu’anhu, beliau berkata :
كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي
هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ
أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ
أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid.
Kamudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri
kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau
berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim
(Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (H.R Muslim 655)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa berdasarkan hadits di atas
dibenci keluar dari masjid setelah ditunaikannya adzan sampai sholat wajib
selesai ditunaikan, kecuali jika ada udzur.
Tidak boleh keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan
kecuali ada udzur seperti mau ke kamar kecil, berwudhu, , mandi, atau
keperluan mendesak lainnya.
Memanfaatkan Waktu Antara Adzan dan Iqomah
Hendakanya kita memanfaatkan waktu antara adzan dan iqomah
dengan amalan yang bermanfaat seperti shalat sunnah qabliyah, membaca al quran,
berdizikir, atau berdoa. Waktu ini merupakan waktu yang dianjurkan untuk
berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR.
Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)
Boleh juga diisi dengan membaca quran atau mengulang-ulang
hafalan al quran asalkan tidak dengan suara keras agar tidak mengganggu orang
yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
لا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا
ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة
“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah,
maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan
suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu
Daud.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul
Afkar, 2/16).
Tidak selayaknya seseorang justru mengisi waktu-waktu ini
dengan obrolan-obrolan yang tidak bermanfaat.
Jika Iqamah Telah Dikumandangkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا
صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “ Jika shalat wajib telah dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat
lain selain shalat wajib” (H.R Muslim 710)
Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang sedang shalat
sunnah kemudian iqamah telah dikumandangkan, maka tidak perlu melanjutkan
shalat sunnah tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama imam.
Raihlah Shaf yang Utama
Di antara kesempurnaan shalat berjamaah adalah sebisa
mungkin menempati shaf yang utama. Bagi laki-laki yang paling depan, adapun
bagi wanita yang paling belakang. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الِرجَالِ أَوِّلُهَا وَشَرُّهَا
آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan
seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang
terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertama.” (H.R.Muslim 440)
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ
لاَسْتَهَمُوْا
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan (pahala) yang
diperoleh dalam shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi untuk
mendapatkannya.” (HR. Bukhari 721 dan Muslim 437)
Merapikan Barisan Shalat
Perkara yang harus diperhatikan dengan serius dan tidak
boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf (barisan dalam
shalat). Masih banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan shaf yang tidak
rapat dan lurus
Dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu’man
bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ
اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
“Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf
kalian atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah
kalian” (HR. Bukhari 717 dan Muslim 436)
Jangan Mendahului Gerakan Imam
Imam shalat dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti
dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu :
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ
بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah
menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan
‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila
ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian
dengan duduk semuanya“. (H.R. Bukhari 734)
Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang
mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits berikut:
أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ
قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَار
“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut
jika Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai? “(H.R Bukhari
691)
[1] Periksa : Shahih Muslim 2 : 99,100. Shahih Bukhari 1 :
156. Subulus Salam (syarah Bulughul Maram) 2 : 33, 34. Nailul Authar
(terjemahan) 2 : 781. koleksi hadits hukum, Ustadz Hasbi 4 : 27. Fiqih Sunnah.
[2] Periksa : Tuhfatudz Dzakirin hal : 93, Imam Syaukani.
Al-Adzkar hal : 25, Imam Nawawi. Fathul Bari’ 11 : 16, Ibnu hajar. Aunul Ma’bud
(syarah Abu Dawud) 4 : 232. Syarah shahih Muslim 5 : 51, Imam Nawawi.
[3] Periksa : Shahih Muslim 2 : 155. Sunan Nasa’i 2 : 41.
Fathur Rabbani 3 : 51,52 Nomor hadits 314. Al-Adzkar hal : 25.
by WD on March 28, 2017
Post a Comment